Jakarta, hukumham.info- Pada hakekatnya, secara sosiologis Pemasyarakatan menyelenggarakan pelayanan publik dalam dua tataran, yaitu pelayanan secara makro dan pelayanan secara mikro.
Pelayanan makro adalah pelayanan yang dilaksanakan Pemasyarakatan sehubungan dengan tugas dan fungsinya dalam rangka pembinaan para pelanggar hukum.
Ketika pelanggaran yang dilakukan seseorang berada dalam kualitas yang tidak bisa ditolerir oleh rasa keadilan masyarakat, maka negara (dalam hal ini Pemasyarakatan) mengambil alih peran pembinaannya, agar yang bersangkutan menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.
Sedangkan, pelayanan Pemasyarakatan dalam skala mikro, adalah pelayanan Pemasyarakatan terhadap hak-hak pelanggar hukum yang dijamin oleh undang-undang, misalnya hak berkunjung, hak perawatan jasmani, hak mendapat pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan sebagainya.
Jika dikaitkan dengan survei KPK, pelayanan dalam skala mikrolah yang menjadi fokus penelitian, dan kualitasnya ditempatkan dalam 10 instansi yang terendah integritasnya dalam pelayanan kepada masyarakat.
Jika hasil penelitian tersebut benar dan dapat dipercaya, setidaknya-tidaknya di lokasi penelitian (se-Jabodetabek), maka hal itu merupakan isyarat, bahwa Pemasyarakatan harus terus menerus melakukan perubahan, antara lain melalui kegiatan Bulan Tertib Pemasyarakatan.
“Hal ini sangat penting, kerena fungsi pelayanan dalam tingkat makro, keberhasilannya akan sangat tergantung kepada kinerja pelayanan dalam tingkat mikro,” jelas Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta di Jakarta (28/04).
Menurutnya, di masa mendatang akan semakin dituntut petugas-petugas Pemasyarakatan yang handal, memiliki kompetensi yang dicirikan dengan kemampuan dan pengetahuan teknis, kematangan intelektual serta integritas moral yang tinggi sebagai pejabat fungsional penegak hukum.
“Untuk itulah ia (petugas pemasyarakatan) harus memiliki idealisme yang tinggi, mampu mengembangkan diri untuk dapat melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab,” ujar Andi.
Peringatan se-abad Kebangkitan Nasional adalah merupakan momentum yang tepat bagi segenap unsur pemasyarakatan untuk membenahi diri dan bangkit. “Makna mendalam dari peringatan-peringatan ini dapat dijadikan motivasi serta semangat bagi Petugas Pemasyarakatan dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya,” ujar Andi.
http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=914&Itemid=43
Dua Pelayanan Publik Pemasyarakatan
21 Mei 2008Diposting oleh LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA-INDONESIA di 5/21/2008 12:00:00 AM 0 komentar
Label: kliping PIK-HUKUMHAM
Lapas Percontohan untuk Tiap Provinsi
19 Mei 2008Jakarta, hukumham.info—Setelah mencanangkan bimbingan pengembangan sistem manajeman pelayanan ISO 9001:2000 di Lapas Kelas II A Wanita Malang (29/02), saat ini, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) merencanakan program lapas ideal untuk dijadikan percontohan di setiap provinsi.
Sejak digulirkannya program Bulan Tertib Pemasyakatan pada 14 Februari 2008 oleh Menteri Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terus melakukan inovasi-inovasi dalam kinerjanya.
”Pak Dirjen (Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono) merencanakan lapas ideal untuk dijadikan percontohan,” ujar Direktur Bina Registrasi dan Statistik M. Sueb di Gedung Depkumham Jakarta (14/05).
Menurut Sueb, nantinya di setiap provinsi akan ada sebuah lapas ideal. Lapas ideal ini akan dijadikan percontohan bagi lapas-lapas lain yang ada di dalam provinsi tersebut.
Sueb melihat, masalah overkapasitas atau kelebihan jumlah narapidana/ tahanan adalah biang dari permasalahan yang dihadapi lapas/rutan di Indonesia. Saat ini jumlah narapidana/tahanan sekitar 140 ribu, sedangkan daya tampung lapas/rutan hanya sekitar 80 ribu orang.
”Over kapasitas yang mengakibatkan kualitas pelayanan dan pembinaan tidak optimal. Selain itu, juga mengakibatkan tingginya gangguan kamtib (keamanan dan ketertiban) di lapas/rutan,” kata Sueb.
Program utama untuk menanggulangi masalah kelebihan kapasitas lapas/rutan adalah meningkatkan kapasitas hunian dengan membangun lapas/rutan baru dan menambah blok hunian. Peningkatan kapasitas hunian ini diiringi dengan mengurangi jumlah narapidana melalui pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.
Dengan program percepatan pembinaan melalui remisi, pembebasan bersyarat (PB), cuti menjelang bebas (CMB), cuti bersyarat (CB), telah dibebaskan sebanyak 13 ribu narapidana pada 2007.
Sementara pada caturwulan pertama tahun 2008 telah dibebaskan sebanyak 5.647 orang. “Target pengurangan penghuni melalui PB, CMB, dan CB tahun ini (2008) sebesar 15 ribu orang,” papar Sueb.
Saat ini, Ditjen Pas sedang melakukan pembangun 11 unit lapas/rutan baru. Untuk mengurangi kelebihan penghuni di sebuah lapas, Ditjen Pas juga telah melakukan pemindahan sebanyak 1.060 narapidana dari lapas yang kelebihan kapasitas ke lapas yang relatif masih belum padat. Pemindahan ini dilakukan untuk pemerataan jumlah penghuni lapas.
Selain itu, Ditjen Pas juga telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya, perjanjian kerjasama dengan PT Telkom untuk pemenuhan sarana telekomunikasi (pembuatan wartel khusus di lapas/rutan) dan pelayanan akses pengaduan pelayanan publik melalui pesan singkat (SMS).
Ditjen Pas juga melakukan kerjasama dengan Asia Foundation (salah satunya pengembangan data elektronik narapidana/tahanan yang ada di lapas/rutan), dan dengan Raoul Wahlenberg Institute (Sebuah Lembaga Independen dari Swedia yang peduli terhadap masalan HAM).
http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=910&Itemid=43
Diposting oleh LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA NARKOTIKA JAKARTA-INDONESIA di 5/19/2008 10:22:00 AM 0 komentar
Label: kliping PIK-HUKUMHAM