Empat Tahun Mendatang Komposisi Lapas/Rutan Seimbang

29 April 2008

Tangerang, hukumham.info- Salah satu masalah pelik yang dihadapi lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) adalah kelebihan kapasitas atau tidak seimbangnya jumlah narapidana/tahanan dengan daya tampung lapas/rutan. Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) menargetkan dalam empat tahun ke depan komposisi antara jumlah lapas/rutan dengan narapidana dan tahanan seimbang.



Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata mengemukakan, dengan terus meningkatkan kapasitas huni lapas/rutan, proses percepatan pembinaan narapidana untuk memperoleh haknya dan diiringi dengan tidak meningkatnya secara signifikan masalah kriminal di masyarakat, dalam empat tahun ke depan komposisi antara jumlah tahanan/narapidana dengan daya tampung lapas/rutan akan menjadi seimbang.



“Kalau semua usaha berjalan baik dan masalah kriminalitas tidak booming, tiga, empat tahun lagi menjadi seimbang (komposisi penghuni lapas/rutan dengan daya tampungnya),” ujar Andi Mattalatta di hadapan wartawan seusai memimpin Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-44 di Lapas Klas I Tangerang Banten (28/04). Hadir juga Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.



Program utama untuk menanggulangi masalah kelebihan kapasitas lapas/rutan adalah meningkatkan kapasitas hunian dengan membangun lapas/rutan baru dan menambah blok hunian. Peningkatan kapasitas hunian diiringi dengan mengurangi jumlah narapidana melalui pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat. Depkumham saat ini sedang melakukan berbagai pembangunan fisik lapas/rutan sehingga komposisi antara jumlah narapidana/tahanan dengan lapas/rutan bisa menjadi seimbang.



Andi mengatakan, kelebihan kapasitas yang dialami lapas/rutan menjadi penyebab tidak optimalnya proses pembinaan kepada para narapidana. Saat ini jumlah narapidana/tahanan sekitar 140 ribu, sedangkan daya tampung lapas/rutan hanya sekitar 80 ribu orang.



Dengan program percepatan pembinaan (remisi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, cuti bersyarat), telah dibebaskan sebanyak 13 ribu narapidana (tahun 2007). Pada triwulan tahun 2008 telah dibebaskan sebanyak 4.000 narapidana.



Salah satu program andalan pemasyarakatan untuk meningkatkan kinerjanya adalah Bulan Tertib Pemasyarakatan (buterpas) yang dicanangkan Andi Mattalatta pada 14 Februari 2008 lalu di Rutan Salemba Jakarta. Salah satu programnya adalah pengoptimalan pembinaan, sehingga bisa mempercepat proses pembinaan narapidana di dalam lapas.



Menurut Andi, narapidana yang dalam proses pembinaannya bagus dan menunjukkan perubahan sikap yang signifikan bisa mendapat pengurangan masa hukuman. “Harus ada program-program cerdas lain. Salah satunya meningkatkan pembinaan kepada narapidana,” kata Andi.



Walaupun dengan keterbatasan, terutama anggaran, Departemen Hukum dan HAM dan Direktorat Pemasyarakatan terus menggulirkan kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kinerja dan perbaikan kualitas pelayanan, di antaranya pembangunan fisik dan percepatan proses pembinaan narapidana melalui mekanisme remisi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.



Sementara itu Gubernur Banten Ratu Atut mengatakan, Provinsi Banten dalam waktu dekat juga akan membangun lapas yang mempunyai daya tampung 5.000 orang. Jumlah total narapidana dan tahanan di Banten saat ini adalah 8.000 dengan daya tampung lapas/rutan hanya 2.700 orang yang tersebar di enam lapas dan empat rutan.



http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=874&Itemid=43





Read More...

Solusi Lapas dengan Tindakan Nyata

27 April 2008

Jakarta, hukumham.info-- Dalam menghadapi berbagai permasalahan kompleks yang merundung lembaga pemasyarakatan (lapas), diperlukan langkah-langkah pembenahan konkret dan komprehensif. Bukan saatnya lagi bermain dalam tataran wacana dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi lapas/rumah tahanan negara (rutan).



“Bukan saatnya lagi bermain di tataran wacana, melainkan pada langkah-langkah nyata,” ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono pada sarasehan dan diskusi dalam menyambut Hari Bhakti Pemasyarakatan ke-44 di Gedung Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Jakarta (24/04).



Selain para akademisi, sarasehan ini juga menghadirkan para mantan Dirjen Pemasyarakatan sebagai narasumber untuk memberikan masukan dalam menghadapi berbagai persoalan lapas. “Sarasehan ini akan memberikan pemahaman yang cerdas, utuh, dan dari berbagai sudut pandang tentang upaya peningkatan kinerja pemasyarakatan dan eksistensinya di masa depan,” ujar Untung.



Menurut Untung, saat ini lapas/rutan menghadapi berbagai permasalahan kompleks, seperti kelebihan kapasitas, kekurangan pegawai, sarana dan prasarana, pungutan liar, dan masalah krusial lainnya. Kondisi ini menyebabkan kinerja pemasyarakatan menjadi tidak optimal dan menurunkan citra lembaga ini di masyarakat.



Kondisi ini dipertegas oleh survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menempatkan pemasyarakatan sebagai salah satu lembaga yang terburuk pelayanan publiknya. “Kita boleh merasa panas hati dan merah telinga, tapi kepala harus tetap dingin agar bisa mengkaji persoalan ini dengan jernih,” kata Untung.



Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan Didin Sudirman tidak memungkiri kalau kualitas pelayanan pemasyarakatan masih rendah. ”Untuk itulah sarasehan ini diadakan,” ujarnya.



Menurut Didin, perilaku koruptif petugas pemasyarakatan yang menjadi temuan survei KPK harus dipandang sebagai “peringatan” bahwa organisasi pemasyarakatan sedang mengalami masalah.



Didin berpendapat, perlu pembaruan dalam sistem rekruitmen dengan syarat-syarat yang mendukung pelaksanaan tugas, pengembangan SDM dengan pendekatan yang substansif, dan penerapan sistem reward and punishment dengan tegas. “Pola karier harus dilihat dari syarat substantif, bukan hanya menyangkut syarat administratif seperti yang ada sekarang,” kata Didin.



Fungsi pemasyarakatan sebagai pendidik dan pembina juga disinggung oleh Pengajar Hukum Pidana UI Rudy Satriyo. Rudy mengatakan, lapas adalah penentu apakah seorang pelanggar hukum dapat berubah menjadi warga baik dan dapat berintegrasi dengan masyarakat. “Lapas satu-satunya lembaga penegak hukum dengan fungsi pendidik dan pembina,” ujarnya.



Sementara itu, pembicara lain Mulyana W. Kusumah menitikberatkan pada keterbukaan dan partisipasi publik dalam lapas. Bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat, seperti program kuliah hukum di Lapas Cipinang dan Rutan Salemba yang bekerjasama dengan perguruan tinggi harus terus dilakukan. “Semakin banyak partisipasi masyarakat akan membawa pengaruh signifikan dalam pembaruan organisasi dan budaya yang ada di lapas,” kata Mulyana.



http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=858&Itemid=43



Read More...

Titip HP di Terali Binjai

04 April 2008

Medan, hukumham.info— Menitip HP pada orang yang tidak dikenal memang agak mengkhawatirkan. Tapi jika anda hendak berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II Binjai, anda harus menitipkan HP pada petugas pemasyarakatan di sana.



Pemeriksaan dan kewajiban menitipkan HP bagi pengunjung kepada petugas merupakan salah satu kebijakan lapas untuk mencegah kasus pengedaran narkoba dalam lapas. Sepereti yang diakui Kepala Lapas Klas II B Binjai Samuel Purba, tantangan terberat yang dihadapi lapas ini adalah perkara narkoba, khususnya penggeledahan pengunjung yang sifatnya masih manual.



”Saya khawatir kalau pemeriksaan konvensional ini menyinggung perasaan pengunjung. Padahal, penjagaan hanya dilakukan 18 orang dengan tiga kali pergantian shift,” aku Samuel saat kunjungan tim Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) di Medan.



Penggeledahan terhadap narkoba juga dilakukan sesering mungkin, dengan pola yang tidak tetap Maklum, warga binaan yang masuk dalam lapas kebanyakan terlibat dalam kasus narkoba. Bahkan, jumlah narapidana (napi) yang terlibat dengan barang haram tersebut mencapai 60 persen dari 900 napi yang menjadi penghuni.



Besarnya jumlah napi yang masuk akibat narkoba tidak mengindikasikan semua penghuni lapas adalah warag Binjai. Hanya sekitar 10 persen warga Binjai yang menjadi penghuni dalam lapas yang memenangkan piala bupati Binjai untuk unit pelayanan masyarakat terbersih tahun 2007.



Kecilnya jumlah penduduk yang menjadi napi didorong oleh faktor tingkat kriminalitas Binjai yang tergolong rendah. ”Penduduk Binjai yang menjadi penghuni lapas hanya 10 persen,” tegas Samuel.



Terkait dengan sarana komunikasi, HP juga tidak diperkenankan bagi warga binaan. Namun, merekea masih tetap bisa menghubungi keluarga dengan meminjam alat komunikasi yang dimiliki kepala lapas dan kepala seksi.



Tentunya, proses peminjaman di bawah pengawasan langsung pemilik alat masing-masing. Wajar saja, warung telepon ala Lapas Cipinag belum hadir di sini. ”Kini kami tengah menjajaki kerjasama dengan Telkom untuk membangun wartel di sini” ungakp Samuel.



Dari interaksi antara petugas pemasyarakatan dan WBP yang komunikatif, terjalinlah suasana akrab dan hangat dalam lapas. Keakraban ini juga ditunjukan dengan perasaan napi yang umumnya mengaku betah tinggal di dalam lapas.



Tidak hanya itu, Kalapas turut menjalin koordinasi dengan seluruh petugas. Tiga kali dalam seminggu, briefing dengan seluruh petugas dijalankan.***



http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=802&Itemid=43

Read More...