NAPI LAPAS NARKOBA CIPINANG DAPATKAN TERAPI KOMPLEMENTER

15 Februari 2009

Jakarta, 5/2/2009 (Kominfo-Newsroom) - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bekerjasama dengan Yayasan Taman Sringganis (YTS) dan didukung HIV Cooperation Program for Indonesia (HCPI/USAID) memberikan program terapi komplementer untuk meningkatkan kesehatan warga binaan lapas narkotika, salah satunya di LP Narkotika Cipinang, Jakarta Timur.

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A Cipinang Jakarta, Wibowo Joko Harjono mengatakan, program itu bertujuan untuk memperkuat kesehatan bagi warga binaan (napi) serta membuka layanan pengobatan tradisional yang difungsikan sebagai penunjang layanan kesehatan yang sudah tersedia di lapas.

“Terapi berupa akupresure, meditasi, pengobatan tradisional dan olah napas ini diprioritaskan untuk komunitas pengguna narkoba suntik dan pengidap HIV (ODHA) di lapas,” katanya di Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta, Kamis (5/2).

Selain itu, untuk menekan angka kematian warga lapas karena HIV/AIDS, juga diperlukan strategi yang efektif selain program tersebut guna menahan laju epidemic HIV di lapas, serta upaya-upaya peningkatan kesehatan yang kini fasilitasnya masih sangat minim.

Jumlah napi pengidap HIV/AIDS pada 2008 mencapai 107 orang sehingga tahun lalu program ini belum menyentuh semua napi. “Dari 600 napi sebanyak 300 orang terindikasi HIV,” tambahnya.

Banyaknya pengidap HIV dalam lapas, kata dia, karena terus terjadinya peredaran narkoba dalam lapas, baik yang dilakukan oleh napi, pengunjung maupun petugas dalam lapas sendiri.

“Sebanyak 39 napi diketahui mengedarkan narkoba di lapas, sementara empat petugas lapas yang melakukan hal itu diistirahatkan dan dalam proses dibebastugaskan. Siapapun yang melakukan penyelundupan akan diproses, tidak terkecuali petugas,” ujar Joko.

Menurutnya, Ditjen Pemasyarakatan juga telah menetapkan strategi penanggulangan HIV/AIDS di rutan yang dalam waktu dekat akan diimplementasikan di 95 lapas di seluruh Indonesia.

Kegiatan-kegiatan itu meliputi pelatihan kepala lapas, tenaga medis untuk perawatan ODHA (orang dengan HIV/AIDS), serta bimbingan teknis untuk tes HIV secara sukarela, pelayanan methadone dan layanan kesehatan lainnya.

Di tempat yang sama, Direktur Program Taman Sringganis, Putu Oka Sukanta, mengatakan, terapi komplementer untuk kasus HIV/AIDS merupakan sebuah cara penyembuhan melalui pengobatan tradisional yang difungsikan sebagai pembantu atau pendukung pengobatan modern bagi ODHA, di antaranya akupresure, olah napas, meditasi dan menu sehat.

Putu menjelaskan, terapi ini dibagi dalam empat tahapan, yakni self care, yaitu napi merawat dirinya sendiri untuk meningkatkan kemampuan fikiran dan selera makan. Dilanjutkan dengan self medication melaui akupresure, menyembuhkan keluhan-keluhan yang muncul (simpton) seperti sakit kepala dan demam.

Kemudian layanan medis. Pada tahap ini peserta bisa dipekerjakan dalam klinik sesudah terampil. Tahap terakhir, setelah bebas, mantan napi dapat membuka lapangan kerja, dengan legalisasi dari Taman Sringganis dan dinas kesehatan setempat.

“Fasilitator untuk kelas pemulihan yang menentukan dari dalam lapas. Untuk tahap dasar, terapi ini dibagi menjadi 22 jam dengan 11 kali pertemuan yang dilakukan selama 1 tahun,” katanya.

Ia berharap terapi untuk penggna narkoba dan ODHA ini dapat melengkapi dan membaNtu pengobatan medis. "Pengobatan medis tetap harus yang utama, karena banyak dari ODHA meninggal akibat mengalihkan pilihan pengobatan hanya kepada cara tradisional saja,” tambahnya. (T. jul/b/ysoel)

http://www.bipnewsroom.info/?_link=loadnews.php&newsid=46313

Read More...